Pemeran Utama - A Short Mixed Bilingual Story (Chapter 8)
♥ Verona ♥
Bagi Verona,
dunia rasanya seperti sedang mengalami musim semi. Dimanapun ia berada, rasanya
bunga-bunga bertebaran di sekelilingnya. Sejak pertemuannya dengan Ricardo yang
kedua di kampus yang akhirnya membawanya kepada perasaan ini, apapun yang ia
lakukan selalu berpusat untuk mempercantik dirinya. Bahkan ketika ia sedang
kuliah, makan, dan tidur, yang ada di pikirannya adalah Ricardo.
“Apa aku lagi jatuh cinta ya?” Verona
tersenyum sendiri saat ia sedang menyisir rambutnya di depan cermin dalam
kamarnya. Perlahan ia menata rambutnya yang baru ia cuci. Kemudian ia
mendandani wajahnya secantik mungkin. Sebagai sentuhan akhir, ia pun memakai
kalung berbentuk dadu kesayangannya. Sore ini ia akan pergi ke mall menemani kakaknya untuk mencari CD games yang kakaknya suka. Ia pun bersiap dan
“Oh, aku
pergi cari makan di lantai dua ya,” kata Verona yang merasa jenuh setelah
menunggu kakaknya yang berputar-putar mencari CD games.
“Tungguin
bentar,” desak Natan, kakaknya.
Verona
berdecak. “Kamu tuh kelamaan banget, oh. Aku udah laper nih,” keluhnya. “Aku
cari makan dulu ya, ya?”
Natan melirik.
“Ya udah, sana,” sergahnya. “Beliin aku juga tapi.”
Verona
tersenyum. “Sip deh,” ia mengacungkan jempol.
Dengan
senang ia berjalan menuju ke lantai dua menggunakan lift karena tempatnya lebih dekat dengan lift. Sesampainya di lantai dua, ia segera mencari tongkrongannya yang biasa ia datangi. Baru
saja ia duduk, seorang pelayan mendatanginya dan ia pun memesan makanan.
Sambil
menunggu pesanannya datang, ia membuka handphone-nya. Yang
ada di otaknya sekarang adalah Natalie. Ia benar-benar merasa rindu pada
sahabatnya itu setelah hampir seminggu lamanya mereka berpisah.
To: Natalie
Nate, kamu nggak kangen ya sama aku?
Kok nggak pernah sms aku sih?
Dasar... Ketemu orang ganteng ya disana?
Ah, kamu kan nggak mungkin jatuh cinta
kalo nggak sama orang bule ya..haha
From: Natalie
Eh, nonik Verona...
Aku sibuk banget disini woi..
Kamu kira aku disini main doang?
Penelitian tau..
Well, disini sih emang ada bule. Ganteng2..
Tapi aku disirikin sama satu cewek..
To: Natalie
Disirikin? Emang kamu deket sm bulenya?
Ato bulenya yang seneng sm kamu?
Terjang aja tuh cewek..
From: Natalie
Terjang? Ih, emang aku cewek apaan?
Ngapain ngrebutin cowok? Toh aku tau
Tuhan sediain jodoh buat aku. Haha J
Kamu sendiri gimana?
To: Natalie
Aku deket sama satu cowok..
Ganteng...banget....
From: Natalie
Ihir...ada yang lagi jatuh cinta nih...
Siapa namanya?
To: Natalie
Ricardo. Dia tuh baik banget sama aku Nate.
Selama ini, banyak cowok yang aku temui
nggak setulus dia. Beda bgt lah dia itu.
To: Natalie
Well, asal kamu nggak cuman main-main
aja kayak dulu sih ya..haha..becanda..
Ya udah tetep semangat. Jangan lalai.
Kalo ada kesempatan apa gitu, ambil.
Jangan sampe kamu nyesel lho, Ve.
To: Natalie
Iya, iya.. Pokoknya aku tetep berusaha trs.
Toh aku disini seneng, nggak ada kamu
jadinya aku yang paling pinter,hahaha :p
Oke. Kamu juga ya, Nate.
Aku juga mau makan nih. Talk later. J
Tepat
setelah ia selesai mengobrol dengan Natalie, ayam asam manis pesanannya pun
datang. Dengan segera, ia menyantapnya dengan lahap. Rasa lapar di perutnya
benar-benar tidak tertahan lagi.
“Verona!” ia
mendengar seseorang menyebut namanya sesaat ia melahap suapan terakhir.
Tidak jauh
di depannya, Bryan terlihat di depannya bersama kedua temannya laki-laki dengan
tampilan perlente layaknya orang yang benar-benar kaya dan terkenal. Beberapa
gadis pun terlihat sedang mengerumuninya meminta tanda tangan.
“Kamu
sendirian disini?” tanya Bryan saat ia menerobos gadis-gadis itu dan berjalan
ke arah Verona.
Verona
mengangguk. “Duduk, oh,” ia mempersilakan.
Bryan pun
duduk di depannya. “Sendirian aja?” tanyanya.
Verona
mengangguk lagi.
“Ngapain
disini selain makan?”
“Nemenin
ooh-ku beli CD games. Tapi dia lama banget, padahal aku laper. Jadi aku tinggal
tadi,” jawab Verona cepat.
Kedua teman
Bryan kemudian datang dan bergabung duduk di samping kanan dan kiri Verona.
“Siapa nih
cewek?” seseorang dari antara pemuda itu berbisik pada Bryan.
“Junior di
kampus lamanya,” sahut Verona menjawab pertanyaan pemuda itu yang terdengar
olehnya.
“Cantik ya
kamu. Pantesan,” seseorang lainnya di sebelah kiri Verona memberi komentar.
“Kok
pantesan? Pantesan apa oh?” Verona menaikkan alisnya. Ia merasa tidak mengerti
dengan perkataanya.
“Emang deh.
Kamu bener-bener tipenya Bryan,” celetuknya.
Verona
terkejut mendengar perkataannya.
“Jadi
pacarnya Bryan aja kamu. Nanti kamu bakalan jadi terkenal. Kan asik tuh,”
pemuda di sebelah kanannya menambahi.
Perkataan
itu menusuk perasaannya. Bahkan rasanya kedua orang pemuda itu seperti
menjatuhkan harga dirinya sebagai perempuan. Ia berharap untuk mendapatkan
pembelaan dari Bryan atas perkataan teman-temannya yang sudah ia kenal sebagai
temannya. Tapi rupanya ia hanya tertawa menyenggol teman-temannya itu seperti
merasa senang-senang saja.
Tidak tahan
berada di antara mereka, Verona menyangking tasnya dan beranjak dari kursinya.
“Maaf, aku nggak jomblo. Dan maaf, aku bukan cewek gampangan. Orang yang jadi
pacarku bukan tipe orang yang nggak gentle kayak kalian
dan udah mapan,” katanya ketus. Ia berbalik dengan cepat meninggalkan mereka.
“Verona!”
seru Bryan. Ia berlari mengejar Verona yang sudah berada cukup jauh darinya. Ia
berdiri di depannya dan menghentikannya. “Maaf, mereka cuman bercanda. Jangan
dimasukin hati lah.”
“Kamu bilang
jangan dimasukin hati?” Verona seolah tak percaya akan perkataan Bryan. “Emang
bener yang Natalie bilang. Kamu tuh nggak ngerti perasaan cewek. Nggak sadar
kan kalo tadi temen-temenmu udah ngrendahin harga diriku? Itu udah cukup. Aku
nggak mau tahu lagi.”
“Verona,”
Bryan menyentuh bahunya.
“Jangan
pegang aku,” Verona mengibaskan tangan Bryan.
“Verona,”
sekali lagi Bryan menyentuhnya.
“Lepas,”
“Ver─”
“Dia udah
minta kamu jangan sentuh dia kan?” Ricardo datang dan berdiri di antara Bryan
dan Verona.
Melihat
kehadiran Ricardo, Bryan menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan
bersikap sombong. “Oh, jadi kamu pacarnya Verona? Nggak usah sok deh. Ini
urusan antara aku sama Verona,” katanya ketus.
“Kalo aku
pacarnya, aku berhak untuk ngelindungi dia dari hal-hal yang buat dia nggak
nyaman,” kata Ricardo tenang. “Jadi sekarang, jangan ganggu Verona kalau kamu
nggak mau ada keributan disini yang bakalan buat ketenaranmu turun.”
Mendengar
gertakan mengenai ketenarannya yang baru saja ia dapatkan, akhirnya Bryan
mundur. Dengan wajah gusar ia pergi meninggalkan mereka. Ia pun mengajak kedua
temannya pergi serta.
Ricardo pun
berbalik dan menghadap Verona. “Kamu nggak papa kan?” tanyanya dengan lembut.
Verona
mengangguk pelan. Perasaan sedihnya masih membekas di dalam hatinya.
“Dia ngapain
kamu tadi?”
Verona
menggeleng lalu berusaha tersenyum. “Cuman tingkah anak kecil aja kok. Bukan
masalah besar,” katanya.
“Beneran?”
“Yup,”
“Oke deh
kalo gitu,” Ricardo mengangguk-angguk.
“Anyway, kok bisa kebetulan kamu disini oh?” Verona
memiringkan kepalanya dan mengganti topik pembicaraan.
Ricardo
menyeringai.
“Kok cuman
nyengir gitu sih oh?” Verona menjadi bingung.
“Ya bisa
aja,” kata Ricardo seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
Seolah tidak
mau berhenti mencari tahu, Verona menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“Oh, aku tahu kamu nyembunyiin sesuatu. Kelihatan dari matamu sama tingkahmu.
Coba jawab yang jujur, iya kan kamu sembunyiin sesuatu dari aku?” ia
menginterogasinya.
“Aku laper
nih, temenin aku ya?” tiba-tiba saja Ricardo mengganti topik pembicaraan seolah
ia tidak mendengar pertanyaan Verona.
“Nggak
sebelum kamu jawab aku,” Verona mendesaknya.
Ricardo
menggigit bibir bawahnya dan celingukan ke kanan dan ke kiri.
“Oh, kamu
tahu kan barusan aku bilang aku nggak suka dianggap rendah sama cowok? Apa kamu
juga mau gitu ke aku?” Verona melontarkan kata-kata itu tanpa basa-basi. Ia
sudah cukup dianggap remeh oleh Bryan dan teman-temannya.
Ricardo
menarik nafas dalam.
“Oh? Kamu
juga mau gitu ya ke aku?”
“Ya, nggak
mungkin lah, orang aku suka sama kamu,” sahut Ricardo cepat.
Verona terbelalak
saat mendengarnya. Ia tidak tahu bahwa kata-kata itulah yang akan keluar dari
mulut Ricardo, orang yang sudah meluluhkan hatinya dalam sekejap dan membuat
hatinya berpaling dari Bryan.
“Maksudku,
emm─,” Ricardo terbata-bata seolah ia tidak mendapat satupun kata untuk memberi
alasan. Ia pun menarik nafas lagi lalu diam. Ia menundukan kepalanya dan tidak
memandang Verona.
Verona pun
hanya diam. Tapi ia menyentuh lengan Ricardo. “Oh,” katanya, lalu Ricardo
mengangkat wajahnya, “kamu nggak lagi bohong kan ngomong suka ke aku?”
“I love you from the very first sight,” suara
Ricardo begitu lirih terdengar di antara kerumunan orang-orang yang lalu lalang
di sekelilingnya.
Tapi Verona
mendengarnya dengan jelas. Ia pun tersenyum sedikit kemudian menahannya karena
ia tahu bahwa ia sedang berbunga-bunga mendengar pengakuan pemuda yang sedang
berdiri di depannya itu.
Beberapa
lamanya, mereka berdiri berhadap-hadapan tanpa bicara sedikit pun. Ricardo
memalingkan wajahnya ke sebelah kanan dan Verona ke sebelah kiri. Kemudian,
karena tidak dapat menahan rasa malunya dan pipinya yang putih itu pasti sudah
memerah sekarang, Verona pun tertawa.
Karenanya,
Ricardo pun berpaling dengan cepat dan memandang Verona. “Kok ketawa sih?”
tanyanya, bingung.
Verona tidak
menjawab, hanya tertawa.
“Well, emang awalnya ooh-mu yang nunjukin ke aku fotomu
di meja kantornya yang akhirnya buat aku suka sama kamu. Karena dia tahu aku
suka sama kamu, dia ngerencanain untuk nemuin aku ke kamu. Jadi waktu kamu cari
CD games waktu pertama kali kita ketemu, itu udah direncanain sama ooh-mu. Di
kampusmu, juga udah direncanain, walau emang adikku kuliah disitu. Sekarang pun
kita bisa ketemu itu gara-gara ooh-mu juga yang ngerencanain,” Ricardo
menjelaskan panjang lebar.
Akhirnya
Verona berhenti tertawa. “Aku nggak minta penjelasan sepanjang itu kok, oh,”
katanya. “Aku cuman nggak tahan aja ketawa.”
Masih merasa
bingung, Ricardo hanya menaikkan alisnya.
“Aku
ketawa,” kata Verona, “karena seneng. Soalnya aku juga suka sama kamu semenjak
kita ketemu lagi waktu itu di kampusku.”
Mendengar
pengakuan Verona yang rupanya membuktikan bahwa rasa cintanya tidak bertepuk
sebelah tangan, Ricardo pun tertawa.
“Ya, aku
bisa ngerti apa yang lagi kamu rasain waktu ketawa,” kata Ricardo sambil
memalingkan wajahnya karena malu.
Mungkin
orang-orang yang duduk di dekat mereka mulai merasakan keanehan pada Ricardo
dan Verona yang tidak beranjak dari tempat dimana mereka berdiri karena yang
mereka lakukan hanya tertawa saja.
Setelah
beberapa lamanya mereka tertawa, Verona pun diam. Mengetahuinya Ricardo juga
menghentikan tawanya. Mereka pun saling memandang.
“Verona,”
kata Ricardo lembut.
“Iya?” jawab
Verona dengan lembut. Melihat pandangan Ricardo yang dalam padanya, ia berpikir
bahwa sebentar lagi Ricardo akan menembaknya.
“Anterin aku
makan yuk, laper,”
Verona
menelan ludahnya lalu tertawa lagi disusul dengan Ricardo yang ikut tertawa. “Woi,
kirain kamu mau ngomong apa gitu,” ia menggelengkan kepalanya sambil menunduk
lalu tertawa lagi.
“Ya, emang
aku mau ngomong sesuatu tapi masalahnya aku pengen ketawa lagi, jadi kata-kata
yang keluar itu,”
“Kamu ah,
nggak romantis banget sih, oh,” Verona meninju lengan Ricardo.
Ricardo
menahan tawanya. “Tadi kan kamu udah bilang ke cowok itu kalo aku pacarmu dan
aku juga udah ngomong yang sama waktu belain kamu,” katanya, “jadi udah resmi
ya. Kamu sama aku pacaran.”
Verona
tertawa lebih keras lagi dan tidak mempedulikan orang-orang di sekelilingnya
yang memperhatikannya dan Ricardo yang memang mencuri perhatian.
“Ya udah,
kita resmi pacaran. Sekarang aku temenin kamu makan,” kata Verona. “Dasar nggak
romantis.”
Ricardo
menyeringai lalu ia menggandeng tangan Verona. “Ayo,” katanya.
Mereka pun
berpaling dan berjalan ke arah pusat makanan lagi.
“Eheem!!!”
seseorang berdehem tepat di belakang mereka dengan merangkul Ricardo dan
Verona.
Verona pun
berpaling dan melihat Natan menyeringai tanpa dosa dan berdiri di antaranya dan
Ricardo.
“Kamu kok
udah disini oh? CD games-nya udah
ketemu?” tanya Verona. Ia sedikit cemas kalau-kalau kakaknya akan meledeknya.
“Aku kan
emang cuman mau buat kalian berdua ketemu disini, bukan nyari CD games,” jawab Natan dengan sangat jujur.
Verona
menggeleng-gelengkan kepalanya. “Dasar kalian para cowok,” katanya sambil
mengepalkan kedua tangannya,
Ricardo dan
Natan terlihat agak cemas. Mereka takut kali ini Verona tersinggung dengan
tiba-tiba.
“paling
pinter ya buat aku seneng,” Lalu Verona tertawa. Perkataan yang tidak disangka itu
keluar dari mulutnya. Verona yang cepat tersinggung sekarang bisa membuat
lelucon. “Makan juga sama kita yuk oh.”
“Yuk,” sahut
Natan riang, “kan aku juga mau ikut ngerayain pasangan baru.”
“Ooh!!”
Verona meninju lengan kakaknya itu.
Tapi
kemudian ia berjalan di tengah kedua pemuda itu dan menggandeng mereka berdua. Mereka
pun pergi memilih salah satu tempat untuk makan dan bersenang-senang bersama-sama
malam itu.
0 Response to "Pemeran Utama - A Short Mixed Bilingual Story (Chapter 8)"
Posting Komentar