Minami Fujita (Chapter 8)
Tommy pun berbicara pada salah satu nelayan yang ada di dekat kapal feri itu dan menyewanya. Lalu, mereka masuk ke dalam kapal itu dan mulai berlayar.
“Asik ya ternyata berlayar tuh,” kata Minami.
“Bener banget,” sahut Tommy. “Ini baru pertama kalinya buat aku.”
“Yang bener aja?”
Tommy mengangguk. “Kan berlayar sendirian tanpa temen nggak enak,” katanya.
Minami tertawa. “Ya ngomong-ngomong sama nahkodanya dong,” sahutnya.
“Tapi kan nggak enak diajak ngomong, orang nggak kenal,” Tommy menyenggol lengan Minami.
“Oh iya ding,” Minami tertawa.
Beberapa waktu lamanya mereka menikmati pemandangan lautan luas dan juga angin yang menerpa tubuh mereka. Lalu Tommy mengeluarkan handphone-nya.
“Ayo kita ambil foto bersama,” kata Tommy.
“Foto?”
Tommy mengangguk. “Ayo sini,” ia menarik Minami mendekat.
Mereka pun saling memotret dan bersenang-senang bersama beberapa waktu lamanya. Benar-benar sukacita yang besar sedang mereka rasakan.
“Minami chan,”
Minami menoleh ke arah Tommy. Ia merasa agak janggal dengan sebutan ‘chan’ itu. Bagi orang Jepang, sebutan ‘chan’ hanya bagi orang dekat yang disayang. Seperti keluarga, sahabat, atau kekasih. “Ya?”
“Ada satu kata yang sudah aku tahu dari dulu sebelum kamu ajari aku,” lanjut Tommy.
“Oh ya? Apa tuh?” tanya Minami penasaran.
“AISHITERU,” jawab Tommy.
“Oh,” kata Minami sambil mengangguk-angguk. “Apa?” tiba-tiba ia tersadar bahwa kata itu tidak hanya sekedar Tommy katakan begitu saja.
“Minami chan, aishiteru,” kata Tommy sekali lagi.
Minami terdiam sejenak. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lautan luas kemudian tersenyum lebar. “Aku juga, Tommy,” sahutnya. “Aishiteru.”
*********************************************************************
“Gitu Tas ceritanya,” Minami meneguk kopinya yang terakhir kali. “Dan kita pacaran deh.”
Tasya pun tertawa dan terkagum. “Lo sama kisah cinta lo keren banget, kaya film,” katanya. “Terus, terus, gimana akhirnya sama papanya, sama mamanya yang jutek itu?”
*********************************************************************
Besoknya, Tommy dan Minami pergi ke Bandara Ahmad Yani untuk menjemput mama Tommy dan Naka yang jam dua siang ini pulang dari Jakarta.
Mereka pun menunggu di dekat pintu menuju pesawat. Dan tak lama, mama Tommy muncul dengan menggendong Naka. Dan juga seorang pria paruh baya di belakang mereka.
“Mi, itu papaku,” tangan kiri Tommy menggenggam erat tangan Minami dan tangan kanannya menunjuk kepada pria itu.
“Beneran?” mendengarnya, wajah Minami berbinar.
Mereka pun akhirnya telah berada di depan Tommy dan Minami.
“Otousan,” Tommy pun memeluk papanya, begitu pula sebaliknya.
Air mata pun jatuh membasahi pipi pria itu. “Maafkan papa ya sudah menyusahkanmu,” katanya dengan logat Jepang yang begitu kental.
Tommy menggeleng. “Nggak pa, papa nggak menyusahkan aku,” isaknya. “Dengan kepulangan papa aja, itu udah cukup bagiku.”
“Kamu nggak perlu untuk bisa bahasa Jepang, ataupun harus bekerja disana,” lanjut pria itu. “Itu hanya keegoisan papa yang tidak seharusnya papa lakukan. Tinggal di Indonesia saja bersama papa, mama dan Naka. Kita harus menjadi keluarga yang paling bahagia. Papa berjanji.”
Mama Tommy pun tersenyum lebar melihat pemandangan yang jauh lebih indah dari hamparan laut yang Minami lihat dari atas rumah Tommy. Pemandangan antara ayah dan anak yang saling mengasihi.
Tommy melepaskan pelukannya dari papanya. Ia pun menghapus air matanya dan mengalihkan pandangannya pada Minami.
“Pa, aku ingin memperkenalkan seseorang,” kata Tommy sambil menarik Minami untuk mendekat. “Mama pasti sudah tahu dia. Ini Minami.”
“Watashi wa Minami desu. Douzo yoroshiku,” Minami membungkuk layaknya orang Jepang saat memberi hormat pada orang lain.
Pria itu pun tersenyum lebar.
“Dia ini pacarku, Pa, Ma,” lanjut Tommy.
“Pa, Mama nggak ragu untuk terima Minami jadi menantu kita,” sergah mama Tommy. “Mama sudah mempercayai dia seperti anak Mama sendiri. Jadi Papa juga harus percaya ya.”
“Papa bisa lihat dari cara dia bicara kok,” tambah pria itu.
*********************************************************************
Tasya tertawa puas. “Hmm, bentar lagi ada yang mau dilamar nih,” katanya.
Minami tersenyum lebar. “Eh, Tas, maaf ya aku nggak bisa anterin kamu pulang ke rumah hari ini,” katanya.
“Kenapa?” tanya Tasya.
“Aku udah dijemput tuh,”
Seorang pemuda yang tampan dan tinggi datang dari kejauhan dan berjalan menuju ke tempat dimana Minami dan Tasya duduk.
“Sudah selesai?” kata pemuda itu saat telah berada dekat dengan mereka.
Minami mengangguk. Sementara Tasya hanya terpesona melihat Tommy yang mengenggam erat tangan Minami.
“Aku pulang dulu ya, Tas,” kata Minami sambil melambai. “Bye.”
Read Users' Comments (0)