Halaman

Minami Fujita (Chapter 2)

Ia pun pergi keluar sendirian. Dengan mobil Honda Jazz biru miliknya, ia melaju menelusuri jalan Arteri yang menuju ke pantai Marina.
Namun, rasa senangnya tiba-tiba berakhir ketika ia tak melihat pantai yang dulu pernah membuatnya tak mau pulang. Pantai ini tak sebagus sepuluh tahun yang lalu.
“Pantai apa ini?” katanya kecewa saat ia keluar dari mobil. “Gini nih nggak buat aku betah, rasanya pengen pulang aja deh.”
Memang sekarang Pantai Marina tak semenarik dulu. Sekarang banyak pasir yang telah hilang karena sebagian pasirnya diambil untuk pembangunan jembatan yang menghubungkan pantai Marina dengan Bandara Ahmad Yani Semarang. Begitulah kata seorang nelayan yang ia tanyai.
“Bener kak Yuri nih stay di rumah, pulang aja deh,” ia melangkahkan kakinya berbalik menuju mobilnya.
Tapi tiba-tiba pandangannya tertuju pada seorang anak laki-laki berumur sekitar lima tahun yang sedang bermain di dekat bebatuan laut besar yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang. Posisi anak itu terlihat berbahaya baginya. Tanpa pikir panjang, Minami segera berlari ke tempat dimana anak itu berdiri.
Rupanya dugaannya benar. Sesaat ia berada di dekat anak itu, batu yang licin membuat anak itu hampir saja terpeleset. Tapi untungnya gerakan Minami yang cepat telah mencegah anak itu untuk jatuh.
“Adik kecil, kamu nggak papa?” tanya Minami.
Anak itu hanya terdiam. Ia terlihat seperti agak shock dengan kejadian yang hampir membuatnya jatuh ke laut. Dan tiba-tiba ia mulai menangis.
“Aku takut,” isak anak itu.
“Nggak papa,” Minami memeluk dan membelai rambut anak itu. “Ada kakak disini. Jangan takut ya. Kamu kan baik-baik aja.” Ia menghapus air mata anak itu.
Anak itu mengangguk dan mulai berhenti menangis.
“Rumahmu dimana? Biar kakak anterin pulang ke rumah ya,” kata Minami.
Anak itu menunjuk sebuah rumah yang besar, yang berada di dalam kompleks perumahan Grand Marina yang tidak jauh dari situ dan arahnya menghadap pantai.
Minami pun menggendong anak itu dan berjalan masuk menuju kompleks perumahan itu. Ia menelusuri jalan itu dan akhirnya menemukan rumah yang tadi ia lihat dari tepi pantai.
“Nah, sekarang kita udah sampai nih,” kata Minami saat ia berdiri di depan rumah yang tak hanya besar, tapi juga sangat mewah itu.
“Ayo masuk ke dalam,” kata anak itu.
Minami pun berjalan lebih dekat menuju ke pintu. Ia menekan tombol bel dan menunggu.
Tak lama, pintu pun dibuka. Seorang pemuda yang tampan berdiri disana dengan ekspresi terkejut.
“Hai,” sapa Minami.
“Hai,” balas pemuda itu dengan salah tingkah.
“Apakah ini adikmu?” tanya Minami sambil menunjuk anak yang sedang digendongnya.
Pemuda itu mengalihkan pandangannya sebentar kepada anak itu dan kembali lagi kepada Minami. Ia mengangguk dan mengambil anak itu dari Minami.
“Kak, aku tadi hampir jatuh, tapi dia menyelamatkan aku,” kata anak itu.
“Maafin kakak ya tadi nggak tahu kalo kamu mau ke pantai,” kata pemuda itu dengan lembut. Ia kembali mengalihkan pandangannya pada Minami. “Dan kamu, makasih banyak ya udah nyelametin adikku,” ia membungkuk.
Minami tersenyum. “Nggak papa. Aku juga tadi cuma lewat dan lihat adikmu dalam keadaan bahaya lalu segera nolong dia,” sahutnya.
Pemuda itu mengangguk. “Kamu mau masuk dulu?” ia menawarkan.
Minami menggeleng. “Nggak, aku pulang ke rumah saja,” jawabnya. “Aku juga nggak tahu apa yang harus aku lakukan di pantai.”
“Tapi kan kamu nggak lagi di pantai, tapi di rumahku,” pemuda itu mencoba bergurau.
Minami tertawa kecil. “Iya sih,” katanya.
“Masuk kak,” anak itu berusaha meraih tangan Minami, tapi tidak sampai.
“Apa?” Minami berusaha menangkap kata-kata anak itu yang tidak terlalu jelas ia dengar.
“Masuk, kak, itu yang dia katakan,” pemuda itu memperjelas. “Kurasa, kamu nggak akan nolak permintaan anak kecil kan?”
Minami berpikir sejenak. “Iya deh,” katanya.
Pemuda itu tersenyum. “Silakan masuk,” katanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Minami Fujita (Chapter 2)"

Banner Exchange

Neng Hepi Blog, Banner