Halaman

Minami Fujita (Chapter 6)

Keesokkan harinya, Minami kembali lagi ke rumah Tommy. Kali ini ia membawakan beberapa buku Bahasa Jepang yang ia miliki di rumahnya untuk dipelajari Tommy.
“Kamu bawain aku buku-buku setebal itu?” Tommy menaikkan alisnya saat melihat tumpukkan buku yang ia lihat di tangan Minami.
“Katanya mau lancar dalam sebulan, ya harus belajar keras,” sahut Minami.
“Aku juga udah beli kok buku “Pintar Berbahasa Jepang dalam Sebulan”” Tommy menunjukkan sebuah  saku kecil.
“Itu nggak lengkap,” dengan agak kesusahan, Minami mengambil buku itu dari tangan Tommy dan meletakkannya di atas meja. Dan sebagai gantinya, ia memberikan buku-buku yang ia bawa itu ke tangan Tommy. “Kita mulai belajar keras hari ini.”
Tommy pun meletakkan buku-buku di atas meja tamu. “Aku udah siapin banyak makanan sama minuman untuk kamu, biar nggak suntuk nih,” ia menunjukkan sekantung besar plastik yang berisi banyak makanan dan minuman.
Minami pun duduk di karpet tepat di depan meja tamu. “Sekarang duduklah dan kita mulai pelajarannya,” pintanya.
Tommy duduk di depan Minami dan menyelonjorkan kedua kakinya. “Bu Guru jangan galak-galak ya sama muridnya,” ia meyeringai.
“Asal kamu cepet belajar,” sahut Minami, lalu tertawa kecil. “Ayolah. Kita mulai belajar huruf-hurufnya ya. Ada hiragana, katakana dan kanji.”
“Waduh, makanan apaan tuh? Macem-macem aja ya?”
“Tommy,”
“Iya, iya,” Tommy pun kembali fokus.
“Aku kasi’ kamu hari ini huruf hiragana sama katakana dan aku kasi’ kamu waktu seminggu untuk hafalin semuanya,” Minami melanjutkan.
“Seminggu? Kejam banget,” Tommy berdecak.
“Gampang kok. Percaya deh,” kata Minami dengan sedikit menghiraukan keluhan Tommy. “Hari kedua aku bakal ngajarin kamu beberapa kosakata dan selanjutnya pola-pola kalimat. Dan tiap akhir minggu aku kasi ujian sama kamu.”
“Kamu bener-bener serius ya ngajarin aku?” Tommy memandang Minami lekat-lekat.
Minami mengangguk. “Kamu harus bisa, Tom,” katanya. “Supaya papamu kembali lagi ke keluargamu dan jadi keluarga yang bahagia.”
Tommy tersenyum lebar. “Makasih banyak ya untuk perhatianmu ke aku walo kamu belum lama kenal sama aku,” katanya.

Begitulah setiap hari Minami datang ke rumah Tommy dan mengajarinya Bahasa Jepang. Dan hal ini ia jalani dengan rasa senang. Karena tujuannya untuk mengisi hari liburnya dengan hal yang bermanfaat pun tercapai.

“Kamu kok sekarang jadi sering banget pergi ke pantai sih, Mi?” tanya Yuri yang sedang berdiri di dapur sambil mengaduk dua gelas susu coklat hangat. “Udah tiga minggu lagi.”
“Lah kamus sendiri, nggak chatting-an lagi, kak?” Minami tampak agak heran karena hari ini Yuri bertingkah cukup di luar dugaan. Kakaknya yang satu ini tidak akan membuat susu sendiri di pagi hari dan bukannya bercakap-cakap dengan teman Jepang-nya kalau tidak memiliki alasan.
Yuri menggeleng. “Aku pengen nglakuin hal yang lain aja,” jawabnya.
“Lha temenmu itu nggak nunggu kamu disana?”
“Aku udah bilang sama dia kok kalo hari ini aku mau nglakuin hal lain,”
“Hal lain?” Minami menaikkan alisnya.
“Aku sadar kalo aku harusnya nglakuin hal-hal yang berguna kaya’ kamu,” jelas Yuri. Ia menyodorkan salah satu susu hangat itu kepada Minami.
Minami mengisyaratkan Yuri untuk menjelaskan lebih lanjut sambil meneguk perlahan susu itu. Ini aneh sekali. Sikap Yuri berbeda dari biasanya.
“Aku tahu apa yang kamu lakuin selama ini di pantai,” lanjut Yuri. “Tepatnya di sebuah rumah deket pantai bersama seorang pemuda.”
Minami tersedak. Ia terkejut dan tidak menyangka bahwa kegiatannya selama ini diketahui. Ia tidak mau kalau Yuri sampai berpikiran buruk mengenai kedatangannya ke rumah Tommy setiap hari. Bahkan setelah pulang dari gereja.
“Tommy itu temen kampusku,” kata Yuri.
“Apa?” Minami mengambil sehelai tisu dan mengusap bibirnya dari sisa susu yang menempel.
Yuri mengangguk. “Dia memang nggak sebut namamu waktu cerita ke aku tentang seorang gadis yang tiba-tiba datang dan mengisi hari-harinya yang penuh kesendirian. Karena memang dia nggak tahu juga sih,” ia mulai membuka semuanya. “Tapi aku tahu itu kamu. Siapa lagi yang datang ke rumah seorang pemuda di tepi pantai setiap hari kalo bukan adikku sendiri?”
Minami menunduk.
“Kamu nggak usah merasa bersalah atau apapun, Mi,” kata Yuri. “Tindakanmu tuh bener. Aku sebagai temen kampusnya tahu keadaannya. Tapi karena jam kuliahku beda banget sama jam kuliah dia, jadinya kita jarang banget ketemu. Aku pagi dia sore, jam enam. Kebetulan kemarin aku lembur di kampus terus ketemu dia.”
Minami mengangkat wajahnya. “Aku juga seneng kak, kalo bisa buat dia seneng,” katanya lirih. “Aku seneng banget kalo bisa jadi berkat buat orang lain.”
Yuri mengangguk. “Tepat banget. Itu yang harus aku pelajari dari kamu,” katanya. “Aku selama ini kehilangan itu dengan keasikanku di dunia maya.” Ia menghela nafas. “Tapi kamu pinter banget untuk nggak lepasin kesempatan itu di dunia nyata.”
Minami tersenyum lalu meneguk susunya sampai habis.
“Habis ini kamu mau ke rumah Tommy lagi?” tanya Yuri, sekadar untuk berbasa basi, walau ia sudah tahu jawabannya pasti iya.
Yup. Aku harus selesain tugasku untuk ngajarin dia bahasa ibu-nya mama kita,” Minami tertawa kecil. Ia memakai jaket yang ia bawa di tangannya. “Aku pergi ya kak.”
“Oke. Titi DJ ya,” sahut Yuri.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Minami Fujita (Chapter 6)"

Banner Exchange

Neng Hepi Blog, Banner