Minami Fujita (Chapter 4)
Hari berganti. Jam 06.30.
“Gimana kemarin jalan-jalanmu ke Pantai Marina?” tanya Yuri.
“Ah, pantainya jelek sekarang, kak. Nggak ada pasirnya. Kecewa berat aku kemaren,” jawab Minami.
Yuri tertawa puas. “Aku kan punya indra keenam, jadi aku milih untuk chatting lewat internet,” katanya.
“Yah, malah ngetawain, nggak hibur adeknya,”
“Makanya, ikuti hatimu, kaya’ aku gitu,” Yuri tertawa lagi.
Rasanya ingin sekali Minami menceritakan tentang Tommy dan Naka pada Yuri. Tapi tiba-tiba ia mengurungkan niatnya dan menceritakannya suatu kali nanti.
“Ya udah kak, aku mau keluar rumah dulu ya,” kata Minami. “Mau menghabiskan waktu liburan dengan hal-hal yang menyenangkan.”
“Ke pantai lagi? Nggak jera?”
“Badan, badanku, mau aku bawa kemana ya, terserah aku,” Minami menjulurkan lidahnya pada Yuri.
“Kalo papa mama udah balik dari Bali, aku mau ceritain ceritamu ah,” goda Yuri. “Cerita lucu gara-gara pantai yang diharapkan sudah lenyap.” Ia tertawa lagi.
Tanpa berlama-lama lagi, Minami pergi keluar dari kamar Yuri. Ia berjalan keluar rumah dan meregangkan tubuhnya dengan sedikit gerakan senam.
Aku harap, besok kamu kembali lagi kesini dan menemaniku sampai matahari terbenam, ia teringat kembali kata-kata Tommy.
Ia merasa ganjal dengan kata-kata itu. Ia tidak mengerti kenapa Tommy meminta secara detail. Sampai matahari terbenam. Bagaimana kalau sebelum matahari terbenam? Atau malah lewat waktu dari matahari terbenam? Kenapa dia berkata begitu? Pikirnya.
“Aku kesana nggak ya sekarang?” gumamnya. Lalu ia melirik jam tangannya. “Jam tujuh. Cepet banget ya? Perasaan tadi baru setengah tujuh.”
Ia berpikir lagi sejenak. Lalu memutuskan untuk pergi ke rumah Tommy lagi dengan mobilnya.
Ding, dong! Ding, dong!
Minami menekan tombol bel. Ia menunggu dan menunggu sampai pintu dibuka. Tapi sudah sepuluh menit, dan pintu belum dibuka juga.
“Kenapa nggak ada yang bukain pintu?” gumamnya. “Kemana Tommy ato mamanya?”
Ia berjalan ke satu sudut dan melihat. Tidak ada orang. Ia berjalan ke sudut lainnya, dan tidak ada orang juga.
“Tommy!” serunya. “Ada orang di rumah?”
Klek! Pintu terbuka.
“Maaf kalo nunggu lama, aku baru selesai mandi,” Tommy muncul dengan handuk di sekitar lehernya.
“Ya, aku bisa lihat itu,”
“Masuklah,” Tommy membuka pintu lebih lebar dan mengajak Minami masuk.
“Kemana Naka?” tanya Minami sesaat setelah ia duduk.
“Dia pergi sama mamaku ke Jakarta kemarin sore,” jawab Tommy. “Dan pulang bulan depan.”
“Maksudmu kamu sendirian disini selama sebulan?”
Tommy mengangguk. “Itulah kenapa aku minta kamu temenin aku sampe matahari terbenam,” ia menjawab pertanyaan yang Minami utarakan kemarin.
Minami mengangguk-angguk. “Kamu takut sendirian ya?” ledeknya.
“Aku lebih berharap untuk takut daripada kesepian,”
Minami merasa seperti telah menelan ludah yang telah ia buang. “Tommy, maaf,” ia merasa iba pada Tommy.
Tommy tersenyum. “Nggak papa. Emang kadang aku perlu temen untuk bicara,” katanya.
“Apa nggak ada temenmu yang dateng ke rumahmu? Pasti mereka bakal betah kan disini? Rumah besar, mewah, fasilitas komplit─,”
“Tapi keluarga nggak komplit,” sahut Tommy. “Dulu temen-temenku sering kesini. Tapi mereka sekarang kuliah di luar negeri. Temen-temenku yang di kampus sekarang nggak sebaik temen-temenku SMA. Dan aku sering ngerasa kesepian.”
Minami menghela nafas panjang.
“Tapi, aku mau hari ini kita seneng-seneng,” sahut Tommy yang berusaha mengubah suasana. “Oke, Minami?”
Minami mengangguk. “Ayo kita bersenang-senang sampai puas!”
“Kalo gitu, ayo sekarang ikut aku,”
“Kemana?”
“Ikut aja,” Tommy menggandeng tangan Minami.
0 Response to "Minami Fujita (Chapter 4)"
Posting Komentar