Halaman

Minami Fujita (Chapter 3)

Minami pun melangkah masuk ke dalam rumah yang kali ini benar-benar membuatnya berdecak kagum. Seperti halnya rumah ini terlihat megah dari luar, dalamnya pun megah sekali, layaknya sebuah kastil.
Minami, pemuda itu dan adiknya duduk di sofa.
“Kau tahu? Adikku ini nggak akan pernah nempel sama orang lain kecuali orang tuaku, aku dan baby sitter-nya,” kata pemuda itu. “Tapi nggak tahu kenapa, dia bisa nempel sama kamu sebegitunya. Lihat aja tuh.” Ia menunjuk kepada adiknya yang mulai berjalan di atas sofa mendekati Minami dan memainkan tangannya.
Minami tertawa. “Beneran gitu?” tanyanya.
Pemuda itu mengangguk. “Oh ya, aku kan belum tahu namamu,” ia teringat.
“Minami Fujita,” ia mengulurkan tangan kanannya.
“Minami Fujita? Kamu orang Jepang ya?” tanya pemuda itu.
“Kenalin namamu dulu, baru aku jawab,” kata Minami ketus, karena tangannya yang terulur terasa diabaikkan.
“Oh iya,” pemuda itu menyeringai tanpa dosa. “Aku Tommy Gareth.” Lalu menjabat tangan Minami.
“Mamaku orang Jepang,” ia menjawab pertanyaan Tommy yang sempat ia hiraukan.
“Gitu ya,” Tommy mengangguk-angguk.
“Kalo adikmu ini namanya siapa?” Minami teringat kepada anak itu.
“Coba kamu tanya ke dia langsung deh,”
Minami menaikkan alisnya, berpikir kenapa Tommy tidak langsung saja menjawab, malah menyuruhnya bertanya sendiri kepada adiknya. Tapi, ia tidak mengutarakannya dan melakukan apa yang Tommy katakan.
“Adik, nama kamu siapa?” Minami mengambil perhatian dari anak itu.
“Daniel Nakamura Kobayashi,” anak itu menyebutkan namanya panjang lebar dengan sebuah gerakan tubuh dengan tarian yang cukup aneh dan lucu.
Minami tertawa. “Kamu lucu ya,” katanya. “Baru aku lihat ada anak yang ngenalin diri sambil nari. Aku jadi tahu, sekarang kenapa kamu suruh aku langsung tanya ke adikmu ini.” Ia mengalihkan pandangannya pada anak itu. “Terus manggilnya kamu apa?”
“Naka,” jawabnya sambil menari lagi.
Minami pun tertawa lagi.
Bukk! Tiba-tiba muncul seorang wanita paruh baya yang baru saja memukul punggung Tommy. Tawa Minami pun berhenti seketika.
“Tommy, ada tamu kok nggak dikasi minum sih?”
“Mama,” Naka melompat ke pelukan wanita itu.
“Oh iya, aku lupa banget ma,” Tommy menempelak dahinya. “Maaf ya, Minami. Aku lupa. Tunggu disini, aku buatin dulu.”
“Jangan, nggak usah repot-repot,” sahut Minami cepat.
“Nggak papa, biar sekali-sekali dia melayani tamu selama pembantu kami pulang untuk Lebaran,” kata wanita yang Tommy sebut mama itu yang kemudian duduk di sebelah Minami dengan Naka di pangkuannya. “Kamu teman kuliah Tommy ya?”
Minami menggeleng. “Bukan, saya hanya pengunjung dari Pantai Marina,” jawab Minami.
“Aku nggak ngerti tuh,”
“Begini tante. Tadi waktu saya ke tepi pantai, saya lihat Naka seperti akan jatuh ke bebatuan di tepi pantai, makanya saya cepat-cepat tolong dia, dan bawa dia kembali kesini,” jelas Minami.
“Memang, si Tommy nih nggak pinter jagain satu adik aja,” wanita itu menggeleng-geleng.
Minami tertawa kecil.
Tak lama Tommy datang dengan segelas orange juice. “Silakan diminum,” ia meletakkan gelas itu di atas meja tepat di depan Minami, “Maaf ya kalo terlalu asem.” lalu duduk.
“Aku harap nggak,” kata Minami.
“Tommy, kenapa kamu nggak bisa jagain Naka baik-baik?” tanya wanita itu ketus. “Kalo dia kenapa-napa gimana? Kamu apa nggak mikir kalo dia tu anak kecil yang bisa bahaya kalo pergi keluar rumah sendirian.”
Wanita itu terus memarahi Tommy. Minami merasa kehadirannya tidak lagi senyaman tadi. Ia tidak seharusnya mendengarkan masalah pribadi yang telah mulai diungkit di depannya oleh wanita itu kepada Tommy.
“Ehem,” Minami berdehem. “Saya pamit pulang dulu ya tante. Saya rasa, sudah terlalu lama saya berada disini.”
“Biar aku anter kamu keluar,” sahut Tommy cepat lalu berdiri di samping Minami.
“Besok kesini lagi ya kakak,” kata Naka dengan senyum manisnya.
“Iya sayang, daa daa” katanya sambil melambai pada Naka.
Minami dan Tommy pun keluar dari rumah itu.
“Minami, aku minta maaf ya,” kata Tommy dengan kepala tertunduk.
“Untuk apa Tom? Kamu nggak salah kok sama aku,”
“Waktu mamaku membuat kamu ngerasa nggak nyaman dengan kata-kata kasarnya ke aku,” jelasnya.
Minami tersenyum. “Nggak papa, Tom,” katanya.
“Sekali lagi terima kasih banyak ya, Minami,”
“Sama-sama,” sahut Minami. “Aku pulang ya, Tom. Bye.” Ia membalikkan badannya menghadap gerbang.
“Aku harap, besok kamu kembali lagi kesini dan menemaniku sampai matahari terbenam,” kata Tommy sebelum Minami mengambil langkah pertamanya. “Tidak hanya sampai tengah hari seperti sekarang.”
“Memangnya kenapa harus sampai matahari terbenam?” tanya Minami yang menjadi penasaran atas harapan Tommy akan kedatangannya.
“Kumohon datang saja besok dan aku akan beritahu,” kata Tommy.
Minami tidak ingin bertanya lagi setelah mendengar permintaan Tommy. Ia merasa ada sesuatu yang Tommy perlukan darinya. Ia menahan perkataannya dan hanya mengangguk.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Minami Fujita (Chapter 3)"

Banner Exchange

Neng Hepi Blog, Banner