Halaman

Minami Fujita (Chapter 7)

Moshi-moshi, Minami san, ogenki desuka?” sapa Tommy yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya menanti kedatangan Minami.
Hai, genki desu, Tommy san,” balas Minami.
“Aku udah siap belajar lagi,” kata Tommy.
“Tapi hari ini aku mau agak santai ah, Tom,” sahut Minami. “Duduk disini dulu yuk. Sambil nikmatin pemandangan.” Lalu ia duduk di tangga kecil di depan pintu masuk.
Tommy pun duduk di sebelahnya. “Kamu udah mulai capek ya ngajarin aku?” tanyanya.
Minami menggeleng. “Sama sekali nggak,” sahutnya. “Cuma mau santai dulu hari ini.”
“Bagus deh. Kan aku tinggal seminggu lagi udah lulus ujian,” Tommy tertawa kecil.
Minami pun ikut tertawa.
Namun berangsur-angsur keadaan menjadi hening sejenak. Mereka hanya memandang ke depan, ke arah pohon bakau yang berada di tepi pantai dan dihinggapi banyak burung.
“Kamu ternyata temen sekampus kakakku ya?” Minami memecah keheningan.
Huh?” Tommy menaikkan alisnya. “Kakakmu? Siapa ya?”
Benar kata Yuri. Tommy tidak tahu kalau ia adalah adik Yuri. “Yuri Fujita,” sahut Minami.
“Oh, jadi kamu tuh adiknya,” Tommy mengangguk-angguk. “Tapi aku nggak nyangka. Aku pun nggak mikirin kalo nama belakang kalian sama,” Ia tertawa kecil. “Kalian berdua memang orang yang sangat baik. Tapi kalian beda.”
Minami mengalihkan pandangannya pada Tommy.
“Kamu lebih bisa kasi’ perhatian sama orang lain,” lanjut Tommy. “Di dalammu ada kebaikan yang tulus yang nggak banyak orang miliki.”
Minami memperhatikan Tommy lebih seksama.
“Itu terbukti dari perhatianmu sama aku walo kamu baru aja kenal sama aku,” Tommy tersenyum lebar. “Makasih banyak ya, Minami.”
Minami pun membalas senyumannya, lalu mengangguk. Ia menghela nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. “Ayo kita selesain pelajaran lagi,” ia beranjak dan berdiri.
“Siap Bu Guru,” Tommy pun berdiri di sampingnya.

Tepat satu bulan lamanya Tommy menyelesaikan pembelajaran Bahasa Jepang-nya bersama Minami. Dan hari ini, adalah hari dimana Tommy harus mengerjakan ujian terakhirnya.
“Seperti biasa, waktumu satu jam untuk menyelesaikan ujian ini,” Minami memberikan beberapa lembar kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang semuanya ditulis dengan huruf Jepang.
“Doain aku ya supaya aku bisa ngerjain dengan baik,” kata Tommy.
“Semangat!” Minami mengepalkan tangannya.
Tommy pun mulai mengerjakan setiap pertanyaan yang ada di lembaran-lembaran kertas itu. Sampai akhirnya satu jam berakhir.
Minami melirik ke jam dinding. “Udah belum, Tom? Udah sejam nih,” ia mengingatkan.
“Selesai,” Tommy menyerahkan kertas-kertas ujiannya pada Minami.
“Oke deh, aku akan periksa semuanya,” Minami mengambil kertas itu dari tangan Tommy. “Berdoa aja supaya kamu bener semuanya dan lulus dengan nilai baik. Bukan ding, sempurna.”
Amen,” sahut Tommy.
Minami pun memeriksa pekerjaan Tommy dengan seksama. Lima belas menit pun telah berlangsung.
“Nih,” Minami menyerahkan kertas itu kembali kepada Tommy.
Sesaat setelah Tommy mengambil kertas itu dari tangan Minami, matanya pun tertuju pada huruf yang tercetak besar sekali dan sangat jelas di kertas itu. “A plus! Woohoo!” serunya sambil mencium kertas itu. “Aku dapet A plus. Aku nggak nyangka kalo aku bisa!” Ia bersorak girang.
“Kamu emang hebat, Tom,” puji Minami. “Otakmu lebih encer deh dari Einstein.”
“Ini juga karena kamu, Mi!” Tommy pun memeluk Minami dengan erat.
Selang beberapa waktu lamanya mereka hanya terdiam saling berpelukan. Tommy merasa bahagia karena akhirnya ia bisa menguasai bahasa Jepang dan membawa papa tirinya kembali ke keluarganya. Sementara Minami merasa bahagia karena orang yang telah mewarnai harinya menjadi bahagia karenanya.
“Tom, aku kepanasan,” celetuk Minami.
“Oh, maaf,” Tommy pun melepaskan pelukannya dari Minami. “Ayo kita berlayar pake kapal nelayan!”
“Emang boleh?”
“Boleh lah, kan itu disewain juga,” sahut Tommy. “Ayo ikut aku.” Ia pun menggandeng tangan Minami dan mengajaknya keluar menuju pantai.
Karena hari ini adalah hari Sabtu, pantai pun ramai didatangi orang. Mereka juga antri untuk berlayar menggunakan kapal.
“Kayaknya kita harus antri lama banget deh,” kata Minami saat melihat bahwa terlalu banyak orang yang berdiri mengantri di dekat kapal kayu.
“Disana ada kapal feri kecil,” tunjuk Tommy ke sebuah sudut. “Kita sewa aja.”
“Bukannya mahal ya kalo di-booking?”
Tommy menggeleng. “Nggak masalah, asal kita seneng-seneng!” ia menarik Minami.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Minami Fujita (Chapter 7)"

Banner Exchange

Neng Hepi Blog, Banner