Halaman

Motivator In My Heart (Chapter 5)

Di dalam mobil Derek, Rachel duduk terdiam. Di tangannya, lembaran-lembaran cerita yang telah ia buat, terkemas rapi dengan sebuah amplop coklat besar.
“Oh, jadi itu cerita yang sudah kamu buat?” Derek membuka pembicaraan.
Yup,” angguk Rachel.
“Kenapa bisa cepat sekali selesainya?”
Rachel mengedikkan kedua bahunya. “Entahlah. Seperti ada sesuatu yang masuk ke otakku dan kemudian aku mencurahkannya ke dalam kata-kata saja,” ujarnya. “Thanks God for it.”
Dua puluh menit kemudian, mereka sampai ke sebuah gedung yang cukup besar di daerah utara. Seorang tukang parkir membantu untuk mengarahkan posisi mobil. Dan Derek pun memarkirkan mobilnya.
This is it,” kata Derek sambil mengisyaratkan untuk turun.
“Terima kasih ya, Derek,” kata Rachel sesaat setelah mereka turun dari mobil, “untuk meluangkan waktu dan mengantarkanku kemari. Maaf jika aku merepotkanmu.
Derek tersenyum. “Tidak masalah,” sahutnya cepat. “Ayo, kuantar kau ke dalam.”
Rachel mengangguk.
Mereka pun berjalan berdampingan dan masuk ke gedung itu. Dengan lift, mereka menuju ke lantai ke lima, dimana lokasi pendaftaran itu berada. Kemudian mereka masuk ke sebuah ruangan yang tepat berada di sebelah kanan lift.
“Selamat pagi,” sapa seorang petugas wanita. “Morning sir,” katanya saat melihat Derek.
Morning,” sahut Derek.
“Ada yang bisa saya bantu?” Ia melihat secara bergantian kepada Rachel dan Derek.
Derek mempersilakan Rachel untuk berbicara. “Aku tinggalkan kamu disini dulu ya. Aku ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan,” katanya.
Rachel mengangguk.
“Saya ingin mendaftar dalam kontes menulis cerita,” sahut Rachel.
“Baiklah. Silakan duduk,” kata wanita itu.
Rachel pun duduk di kursi yang berada tepat di depan wanita itu.
“Ini form pendaftarannya,” wanita itu menyodorkan selembar kertas yang berisi penuh dengan tabel dengan sebuah pena, “silakan diisi dengan keterangan yang selengkap-lengkapnya.”
Rachel pun mengambil pena itu dan mulai menulis.
Sementara ia menulis, pikiran yang ada di otaknya tak dapat ditahannya lagi. Ini tentang Derek. Rasanya cukup aneh saat melihatnya diperlakukan secara spesial di perusahaan ini. Pertama, tukang parkir tadi mempersilakan Derek untuk memarkirkan mobilnya di tempat VIP. Kedua, saat ia masuk ke dalam gedung, semua orang menyapanya dengan namanya. Ketiga, mereka terlihat sangat mengenalnya.
“Maaf mbak, saya ingin bertanya sesuatu,” akhirnya Rachel merasa pikirannya yang mengganjal itu harus dikeluarkan.
“Silakan,” sahut wanita itu.
“Kok mbak kenal sama Derek sih?” tanyanya. “Dia kan cuma seorang distributor, segitu kenalnya sama dia? Bukannya distributor itu biasanya di gudang? Apa dia orangnya memang cepet akrab sama semua orang? Atau gara-gara dia itu bule, jadi menarik perhatian banyak orang?”
Wanita itu menggelengkan kepalanya sambil tertawa. Ia tampak kewalahan untuk menahan tawanya.
“Kok malah ketawa sih, mbak?” Rachel mengerutkan dahinya. “Saya kan nggak ngelawak barusan. Saya juga nggak humoris kok. Saya barusan cuma tanya lho.”
“Mbak sih lucu,” sahut wanita itu.
“Lucu?”
“Iya,” sahut wanita itu lagi. “Pertama, pertanyaan mbak tuh, banyak banget. Kedua, beliau itu pemilik perusahaan ini, bukannya distributor, mbak.”
“Hah?” Rachel tersentak.
“Ayah Bapak Derek memiliki perusahaan ini di Amerika, dan itu pusatnya” lanjut wanita itu. “Dan Bapak Derek memegang cabang yang ada di Indonesia.”
“Jadi selama ini─” Rachel tidak melanjutkan perkataannya. Ia cepat-cepat menyelesaikan pengisian formulir itu dan beranjak dari kursinya. “Ini mbak. Saya pergi. Terima kasih banyak.” Lalu berbalik menuju pintu keluar.
Namun, saat ia hendak keluar dari ruangan, rupanya ia menabrak Derek.
Rachel pun mendongak, melihat siapa yang ditabraknya.
“Kenapa kamu cepat-cepat pergi?” tanya Derek yang dapat melihat gelagat Rachel.
“Aku memang harus pergi sekarang,” jawab Rachel dengan agak mengabaikan keberadaan Derek dan berjalan menjauh.
Namun, Derek menahan tangan Rachel. “Apa yang terjadi?” tanyanya lagi, yang kali ini benar-benar kebingungan atas sikap Rachel yang tiba-tiba saja berubah menjadi aneh.
“Kamu tidak merasa telah berbohong padaku?” Rachel memandang Derek dengan tatapan yang tajam.
Derek menggeleng.
“Kenapa kamu mengatakan bahwa kamu seorang distributor, padahal kamu pemilik dari perusahaan ini?” sergah Rachel tanpa basa-basi. “Kau tahu? Aku malu telah lancang padamu di depan petugas wanita itu. Sementara kau adalah orang tertinggi di perusahaan ini. Wanita itu mentertawakanku.”
Derek tersenyum. “Aku memang pemilik perusahaan ini,” jelasnya. “Aku hanya belum bercerita padamu saja. Dan lagipula aku membantu dalam bidang distribusi. Aku juga ingin terjun langsung kepada masyarakat, untuk mengetahui minat mereka dalam produksi dari perusahaan ini.”
Rachel terpaku dengan penjelasan yang cukup panjang itu. Ia terkejut. Ia menyadari bahwa ia telah salah dengan menuduh Derek berbohong, tanpa adanya konfirmasi dulu dengan Derek.
Rachel menarik nafas panjang. “Ak..aku,” ia terbata-bata. “Aku mau pulang sekarang.”
Belum sempat ia berjalan menjauh, Derek menahan tangan Rachel lagi.
“Biar aku yang mengantarmu,” katanya.
“Tidak usah, ak..aku bisa pulang sendiri kok,”
“Tidak. Aku akan mengantarmu,” tanpa menunggu balasan lebih lanjut dari Rachel, Derek pun menarik tangan Rachel dan berjalan menuju ke parkiran mobil.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Motivator In My Heart (Chapter 5)"

Banner Exchange

Neng Hepi Blog, Banner