Halaman

Motivator In My Heart (Chapter 1)

“Semangat, Sue! Kamu pasti bisa!” seru Rachel sambil memukul-mukul galon air yang dibawanya. ”Berjuang Susan Tirtamangunkusumo!”
Stadion Tri Lomba Jung Semarang penuh sekali hari ini. Pertandingan bol voli antar kampus sedang diadakan disana. Susan dan teman-teman satu tim-nya sedang melakukan pemanasan. Rachel dan tiga teman sekampusnya duduk di bangku penonton yang paling depan sambil menyemangati.
”Rachel, kamu apa nggak ngerasa kepanasan, kok teriak-teriak gitu terus?” Mita, seorang sahabatnya mengeluh. ”Pertandingan belum mulai lho. Nanti kalo udah mulai kamu malah tambah kecapekan dong. Udah sekarang duduk aja dulu.”
Rachel menggeleng-gelengkan kepalanya. ”Mita, Mita. Kamu nih. Namanya juga nyemangatin temen, ya jangan setengah-setengah,” sahutnya. ”Lagipula Susan kan sahabat kita, masa kita biarin berjuang gitu aja sih? Sebagai sahabat yang baik, kita harus semangat, supaya dia juga semangat!”
Mita berkomat-kamit,” Iya, iya, nona cerewet,” katanya sambil mengayun-ayunkan kipas di depan wajahnya.
Tanpa mempedulikan keluhan Mita lagi, Rachel pun bersorak. Ia pun membuka lebar spanduk yang telah dipersiapkanny dua hari lalu untuk mendukung tim Susan.

Susan memenangkan pertandingan ini. Selama dua hari selanjutnya, Rachel dan Mita mengikutinya sampai ke pertandingan final. Demi sahabat mereka, teriknya sinar matahari tak membuat mereka malas untuk memberi dukungan pada Susan. Walau selama itu pula, Mita beberapa kali mengeluh harus mengeluarkan banyak keringat.
Priiiiiittt! Peluit panjang dibunyikan. Waktu pertandingan pun telah habis. Wasit menyatakan bahwa kemenangan diperoleh oleh tim Susan.

”Kamu hebat Sue!” seru Rachel sambil membawa dua gelas softdrink.
”Ah elo, itu semua kan karna support yang elo sama Mita kasi’ ke gue,” Susan yang aksen Jakarta-nya masih melekat walau sudah tinggal di Semarang selama lima tahun itu, mengambil salah satu gelas yang Rachel bawa dengan cepat. ”Thanks ya, non.” Ia langsung meneguknya sampai habis.
Rachel menertawakan Susan. ”Kamu tu, haus banget ya?” tanyanya.
Susan mengangguk. ”Omong-omong, mana tu anak satu?” ia mengubah topik pembicaraan.
”Mita bilang, dia mau latihan modelling apa gitu,” sahut Rachel. ”Soalnya selama tiga hari berturut-turut kamu tanding voli, Mita udah absen latihan terus. So, maminya sekarang nyuruh dia latihan keras supaya bagus di kompetisi modelling. Kan itu impian maminya, kalo anaknya bisa jadi model terkenal.”
”Gitu,” tanpa basa-basi, Susan menyambar minuman milik Rachel. ”Gue minum ya.”
“Eh, itu kan punyaku,” kata Rachel yang tak sempat merebut kembali minumannya.
”Lo ngambil lagi aja ya,”
“Ih, biasa deh. Itu tu yang aku nggak suka dari kamu,” gerutu Rachel. “Kebiasaan buruk.” Ia menjulurkan lidahnya pada Susan, lalu berjalan menuju lemari es yang ada di dekat sudut pintu kamarnya.
Tanpa mempedulikan Rachel, Susan pun meneguknya sampai habis. Lalu ia mengambil majalah baru yang tergeletak di meja yang ada di depannya. Kedua kakinya juga ia selonjorkan di atas meja, seolah berada di rumahnya sendiri.
Sementara itu, Rachel duduk di sofa empuknya. Tangannya menggenggam softdrink satu-satunya yang tersisa di dalam lemari es. Ia tak mau teman Jakartanya ini meminum miliknya lagi dengan paksa.
“Nggak usah terlalu was-was gitu deh,” Susan tertawa geli melihat sikap Rachel. “Lagipula gue juga udah nggak haus lagi kok.”
“Ya, aku kan takut kamu ngrebut minumanku lagi,” Rachel menjulurkan lidahnya lagi, “Susan!”
Susan pun membalas menjulurkan lidahya. Ia kembali berfokus pda majalah yang sedang dipegangnya. Sementara Rachel mengotak-atik laptop-nya.
Dalam keheningan yang sesaat itu, Mita menerobos masuk ke kamar Rachel yang pintunya tidak tertutup. Rachel dan Susan pun segera mengalihkan pandangan mereka kepada teman mungilnya itu.
“Dengerin aku ya semuanya!” seru Mita.
Susan menaikkan alisnya. ”What’s going on, babe?
Mita pun menarik nafas dalm-dalam dan mulai mengatur nafasnya yang tak beraturan itu. ”Sahabat-sahabatku,” ia memulai. ”Besok malam, aku akan mengikuti lomba perancang busana terbaik.”
”Hah? Sejak kapan lo jadi perancang busana?” Susan terperanjat.
”Pssst! Susan, dengerin dulu dong!” sergah Rachel.
Mita mengerutkan wajahnya. ”Tau tu! Susan sukanya mutus pembicaraan orang!” katanya ketus. ”Makanya dia putus sama pacarnya.”
”Udah deh, nggak usah mulai berantem ya,” Rachel memperingatkan. ”Lanjutin, Ta.”
Mita kembali menata emosinya sambil bergaya seperti orang yang sedang melakukan yoga. ”Aku yang jadi modelnya!” serunya girang.
”Yang bener, Ta?” Rachel memeluk Mita dan bersorak bersama.
Susan pun tak mau kalah. Ia merapatkan kedua sahabatnya itu dengan kedua tangannya yang cukup panjang.
”Aduh Sue, nggak bisa nafas!” seru Rachel dan Mita sambil meronta untuk lepas dari pelukan Susan.
Susan hanya tertawa puas. Ia paling senang mengerjai sahabat-sahabatnya. ”Maaf,” katanya tanpa dosa.
”Susan sukanya gitu deh!” gerutu Mita. ”Rambutku kan jadi rusak.” Ia merapikan rambutnya dengan jari-jari tangannya.
”Ah, gitu ja marah,” Susan mengacak-acak rambut Mita lebih lagi.
Rachel yang melihat tingkah kedua sahabatnya itu hanya menonton dan tertawa. Mereka selalu menjadi hiburan baginya dimana pun ia berada.
”Udah, udah,” sela Rachel. ”Entar kamarku jadi berantakan gara-gara kalian.”
”Susan kok yang mulai,” kata Mita sambil merapikan rambutnya kembali.
Susan tertawa terbahak-bahak lalu merangkul Mita.
”Terus acaranya jam berapa?” tanya Rachel.
“Tujuh,” Mita membentuk angka tujuh dengan jarinya. ”Kalian udah kusediakan tempat yang paling depan lho.”
“Wuu..baek banget lo,” sahut Susan. “Emang udah ada ijinnya? Bukannya yang dateng tu orang-orang penting, ya?”
”Mita gitu,” Mita mengangkat dagunya.
Rachel dan Susan hanya tertawa.
“Tapi kalian harus dandan yang cantik, supaya nggak malu-maluin aku,” kata Mita. “Makanya, besok pagi kalian udah harus siap. Mami mau bayarin kalian untuk didandanin di salon.”
“Sip deh,” Susan mengacungkan ibu jarinya.
Rachel mengangguk setuju.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Motivator In My Heart (Chapter 1)"

Banner Exchange

Neng Hepi Blog, Banner