Halaman

Motivator In My Heart (Chapter 4)

Malam itu, Rachel memulai aksinya. Ia uduk di sofa favoritnya dengan laptop i pangkuannya. Otaknya berputar. Ia mencari-cari ide apa yang harus ia curahkan ke dalam ceritanya kali ini.
Oh God, I have no idea,” Rachel duduk terkulai. “Aku butuh bantuanMu.” Ia meneguk sedikit susu kotak yang ada di atas meja di sebelahnya.
Tak tahan, Rachel berdiri dan berjalan kesana kemari. Ia benar-benar memeras otaknya sekaligus berharap akan ada keajaiban yang ia terima sesegera mungkin.
“Aha! Aku dapat!” ia bersorak girang. “Aku merasa bahwa aku akan berhasil kali ini. Thanks God! ” Ia pun duduk kembali menghadapi laptopnya.

Jam 08.09 pagi.
“Rachel” seru Mita yang muncul dari pintu kamar Rachel lalu menghampiri sahabatnya yang sedang bekerj di depan laptopnya, disusul Susan yang berjalan di belakang Mita.
“Hai Ta, Sue,” ia mengalihkan pandangannya sejenak kepada kedua sahabat karibnya itu lalu melemparkannya pada jam dinding. “Jam delapan. Kok udah dateng ke rumahku sih? Mau ngapain?”
Mita dan Susan pun duduk di sofa yang terletak tepat di depan Rachel, sementara Rachel kembali berfokus pada cerita yang ia tulis.
“Loe tuh,” kata Susan, “kemaren dicari seharian kagak ketemu-ketemu, eh pas ketemu malah ngadepin laptop. Kemana aja sih loe?”
Rachel tak bergeming, seolah tak mendengar sedikitpun perkataan yang Susan lontarkan.
“Heh, Rachel,” seru Mita. “Bisa nggak sih dengerin kita dulu? Taruh laptopnya dong.” Ia memanyunkan bibirnya.
“Bentar, bentar. Nanggung nih,” sahut Rachel tanpa memandang siapa yang telah mengajaknya bicara. “And, finish.” Ia menghela nafas panjang dan kemudian meletakkan laptopnya di atas meja. “Sorry guys. Aku habis nyelesain cerita.”
Susan mengernyitkan dahinya. “Jadi loe nggak nyerah terus terpuruk berhari-hari kayak biasanya?” ia seolah sedang melihat fenomena yang hebat dan belum pernah terjadi.
“Ato jangan-jangan kamu masuk daftar pemenang kemaren?” timpal Mita.
Rachel menggeleng. “Aku nggak ada di daftar itu,”
Susan dan Mita berpandangan.
“Lha terus?” tanya Mita.
“Ini,” Rachel memperlihatkan undangan yang Derek berikan kemarin.
Susan pun menyabet kertas itu. “KONTES MENULIS CERITA SELURUH INDONESIA,” ia dan Mita mengeja bersamaan.
“Terus?” Mita meminta penjelasan lebih lanjut.
Rachel tersenyum. “Awalnya emang aku terpuruk kayak biasanya. Yah, kalian tahu lah,” ia memulai. “Tapi waktu aku mau pulang ke rumah, aku nabrak seseorang. Sue, kamu inget nggak bule yang kita temuin di acar Mita kemaren malem?”
Susan mengangguk.
“Dia yang buat aku semangat lagi,” ujar Rachel. “Dia juga yang kasi’ undangan inni, gals.”
“Ciee, ciee, ada yang lagi merah ni mukanya,” goda Mita.
“Iya, berarti pertemuan kemaren tuh bukannya kebetulan dong,” timpal Susan. “Jangan-jangan kalian jodoh!”
“Hus, ngomonge itu lho,” sergah Rachel.
“Eh, bule ngomongnya Jowo,” sahut Mita, yang disusul tawa mereka bertiga.
Rachel pun menahan tawanya. “Besok temenin aku ke tempat pendaftarannya ya, guys,” pintanya. “Aduh, tapi kan aku nggak tau tempatnya, ya? Gimana nih?”
Susan pun membalik undangan itu. “Rachel, namanya tuh bule Derek ya?” tanyanya.
“Iya,” sahut Rachel singkat. “Kok, tahu? Perasaan aku belum bilang deh.”
“Nih,” Susan menunjukkan nama itu di bagian belakang undangan yang Rachel terima itu. “Derek William Richardson.”
“Ada nomer HP-nya lagi,” tambah Mita. “ Wah, dia mesti sengaja tuh, biar bisa contact sama kamu,” lalu tertawa.
“Nggak mungkin dong,” sergah Rachel, “ngapain dia susah-susah buat undangan yang nggak ada keterangan tempat sama waktunya? Yang ada malah entar dia ribet sama telepon dari para calon pesertanya. Kamu ngaco ah.”
“Tapi kan, mau nggak mau kamu harus telepon dia,” lanjut Mita. “Eman-eman ceritamu dong. Semaleman udah kerja keras masa mau jadi sia-sia gitu aja?”
Rachel berpikir sejenak. “Iya juga sih,” katanya kemudian. “Entar sore aku telepon dia deh.”
Good,” sahut Mita.
Susan berdehem. “Gerah ni di rumah. Hang out yuks,” ia mengganti topik pembicaraan. “Daripada di rumah elo, entar gue sama Mita dicuekin?”
Rachel tertawa kecil. “Ayo,” katanya. “Aku juga butuh refreshing kok. Semaleman melek mulu. Capek.”



Pukul 07.00 malam.
Rachel mengambil HP-nya dan menekan tombol-tombol nomor sesuai dengan nomor yang tertera di balik undangan itu.
Tuuut. Tuuut. Tuuut.
Nada tunggu terdengar dari seberang untuk beberapa lama. Tuuut─
Hello, it’s Derek,” suara Derek terdengar dari seberang. “Who’s there?”
It’s Rachel,” sahutnya.
“Oh, kamu ya,”
Yup,
“Ada apa? Ada yang bisa kubantu?”
“Begini,” Rachel memulai. “Aku sudah menyelesaikan satu cerita. Dan aku ingin segera mengirimkannya. Tapi di undangan yang kamu berikan kemarin, tidak tertera tempat kemana aku harus mengirimkannya. Disitu hanya ada nama dan nomor ponselmu. Jadi aku meneleponmu.”
“Begitu ya? Maafkan aku, kurasa aku telah salah memberikan undangan,” kata Derek. “Kalau begitu, sebagai permintaan maafku, besok pagi jam sembilan, aku akan menjemputmu di rumahmu dan akan kuantarkan ke tempat pendaftarannya. Okay?”
Hhh, jangan repot,” sahut Rachel cepat. “Kamu katakan saja dimana dan aku akan pergi sendiri kesana. Lagipula ada sahabat-sahabatku yang akan setia menemaniku kok.”
“Bukan begitu” suara Derek tiba-tiba terdengar semakin kecil dan terdengar pula suara lain. “Mmhh, maaf Rachel. Aku harus pergi sekarang. Besok bersiap saja, okay? Bye.
Belum sempat Rachel menjawab. Koneksi mereka terputus.
“Weeiitss, langsung ditutup gitu aja,” ia bergumam. “Apa dia sibuk banget ya?”  Ia menggeleng-gelengkan kepala. “Umh, ya udahlah. Besok pagi-pagi aku harus udah mulai siap-siap.”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Motivator In My Heart (Chapter 4)"

Banner Exchange

Neng Hepi Blog, Banner